Hikayat
Bayan Budiman
Tersebutlah perkataan seorang saudagar di negeri Ajam yang terlalu
amat kaya, Khoja Mubarak namanya. Setelah berdoa dan bernazar akan memberi
sedekah makan kepada segala fakir miskin dan darwish, maka istrinya pun
beranaklah seorang laki-laki yang terlalu baik rupanya. Anak itu dinamainya
Khoja Maimun dan dipeliharanya dengan sepertinya. Hatta Khoja Maimun pun
besarlah dan tahulah ia mengaji, maka ia pun dinikahkan dengan Bibi Zainab,
anak perempuan
seorang saudagar yang terlalu elok rupanya. Maka duduklah Khoja Maimun
berkasih-kasihan dengan istrinya.
Hatta beberapa lamanya, pada suatu hari, Khoja Maimun pun membeli
seekor burung bayan dengan harga seribu dinar. Burung itu tidak seperti burung
yang lain, tetapi burung dari sorga yang dapat mengetahui hal-hal yang akan
terjadi 10 hari sebelumnya. Atas nasihat burung bayan ini, Khoja Maimun pun
mengampungkan segala dagangan yang akan dibeli oleh satu kafilah dari negeri
Babaldan memperoleh laba yang banyak sekali. Hatta beberapa lamanya dibelinya
pula seekor burung tiung betina.
Adapun diceritakan oleh empunya cerita. Selama beroleh dua ekor
burung itu, Khoja Maimun pun hidup berbahagia dengan istrinya. Setiap hari ia
mendengar hikayat yang ajaib-ajaib dihikayatkan oleh kedua ekor burung itu.
Pada suatu hari, timbul niatnya hendak pergi berlayar, karena perniagaan di
laut itu terlalu besar labanya. Ia berpesan kepada istrinya, jikalau ada barang
suatu pekerjaan, hendaklah istrinya mufakat dengan kedua ekor burung itu.
Setelah itu, Khoja Maimun pun pergi berlayarlah, istrinya diserahkan kepada
kedua ekor burung itu, seekor bernama Bayan Budiman dan seekor bernama Tiung
Rencana.
Pada suatu hari Bibi Zainab duduk pada tingkap mahligai seraya memandang
ke jalan raja, dan terpandang anak raja yang di dalam negeri ajam itu. Dengan
takdir Allah, maka anak raja itu pun berahilah akan Bibi Zainab dan Bibi Zainab
juga tersangkut hatinya pada anak raja itu. Dengan perantaraan seorang
perempuan tua, anak raja menyatakan hendaknya untuk bertemu. Bibi Zainab,
setelah mendengar bujukan yang lemah lembut dari perempuan tua itu, juga terikat
hatinya akan anak raja itu dan berjanji akan menghadap anak raja itu pada malam
hari. Maka hari pun malamlah dan Bibi Zainab pun bersiap-siap hendak pergi
mendapatkan anak raja itu.
Ia teringat pesan suaminya dan pergi bermufakat dengan burung
tiung. Burung tiung mencelanya dengan mengatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan
Bibi Zainab itu adalah pekerjaan maksiat yang dilarang oleh Allah dan dicegah oleh
Rasulullah. Bibi Zainab marah sekali. Disentakkannya burung tiung itu dari
dalam sangkarnya, lalu dihempaskannya ke bumi.
Maka, burung
tiung itu pun matilah.
Bayan yang melihat kelakuan Bibi Zainab membunuh burung tiung
dengan tiada semena mena itu, pura-pura tidur. Maka datanglah Bibi Zainab
bertanyakan pendapatnya. Burung bayan itu tahu kalau ia tidak mengikuti kehendak
Bibi Zainab, ia pasti akan dibunuh. Karena itu ia berdayaupaya untuk melalaikan
perhatian Bibi Zainab. Ia pura-pura setuju dengan perbuatan Bibi Zainab dan
berkata bahwa ia akan menyimpan rahasianya. Keadaan dirinya adalah seperti
hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh istri seorang saudagar.
Timbul pula keinginan Bibi Zainab untuk mendengar hikayat itu. Tatkala hikayat itu
selesai, hari pun sianglah dan Bibi Zainab tidak dapat pergi mendapatkan anak
raja itu lagi. Setiap malam burung bayan itu bercerita untuk melalaikan pikiran
Bibi Zainab. Dua puluh lima malam lamanya cerita itu bersambung sehingga
akhirnya Khoja Maimun kembali dan Bibi Zainab terlepas dari bahaya yang
mengancamnya.
Sumber: Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. 1993.
0 komentar